Suku
Kajang
atau yang lebih dikenal dengan adat ammatoa adalah sebuah suku yang terdapat
pada kebudayaan Sulawesi Selatan.
Dimana masyarakat
Kajang bisa dijumpai pada Kabupaten Bulukumba, lebih tepatnya Kecamatan Kajang. Suku ini merupakan sebuah suku klasik yang
masih kental akan adat-
istiadatnya
yang sangat sakral.
Masyarakat
adat ammatoa tinggal
berkelompok dalam satu area hutan yang luasnya sekitar 50 kilometer. Mereka menjauhkan diri dari segala
sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal modernisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan
Kabupaten Bulukumba. Mungkin, disebabkan oleh hubungan masyarakat
adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat
yang mereka yakini.
Hitam
merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki
kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi
masyarakat sebagai bentuk persamaan dalam segala hal termasuk kesamaan dalam
kesederhanaan.
Suku
Kajang dalam lebih teguh
memegang adat dan tradisi moyang mereka dibanding dengan penduduk Kajang
luar yang tinggal di luar perkampungan. Rumah-rumah panggung yang semuanya
menghadap ke barat tertata rapi.
Khususnya
yang berada di Dusun benteng tempat rumah amatoa berada. Tampak beberapa rumah yang berjejer
dari utara ke selatan.
Dimana di
depan barisan rumah terdapat pagar batu kali setinggi 1 meter. Rumah amatoa berada beberapa rumah
dari utara.
Asal-usul
suku Kajang , menurut cerita dahulu suku Kajang berasal dari leluhurnya
yaitu dari kajang
juga. Pada saat itu
terdapat pemerintahan karaeng Raukang dengan karaeng Sirikan. Pemerintahan inilah yang berkembang
menjadi cikal bakal terbentuk kerajaan di kawasan suku Kajang
Orang yang berada diluar
kawasan, tidak lagi
memiliki hubungan budaya antara kelembagaan secara fisik, tetapi terdapat hubungan sukuisme. Apabila ada ini orang
suku konjo ini yang nggak mau mempertahankan tradisinya makanya dia akan pindah ke
luar kawasan.
Terdapat batas fisik antara kawasan suku Kajang degan daerah di
luar kawasan, yaitu berupa batu ( pagar). Ketika masuk ke dalam kawasan suku
Kajang harus memakai
pakaian
hitam dikarenakan suku tersebut punya hutan lindung tersendiri dianggap
keramat. Adapun mereka
ketika melakukan penebangan
hutan harus ada
upacara-upacara tradisional.
Jumlah
penduduk dalam kawasan suku Kajang hanya sekitar satu
desa saja,
karena banyak orang
yang sudah keluar dari kawasan. Teknologi listrik, sandal jepit tidak diperbolehkan dibawa masuk , kecuali handphone, namun tidak boleh
dipertontonkan secara umum. Orang yang masuk harus dengan telanjang
kaki.
Warga suku Kajang memiliki istilah agama ,yaitu patuntun/agama tuntunan, tapi yang
tertera di KTP agama Islam. Secara hakiki mereka mengenal yang namanya Tuhan yang biasa disebut Patanansabah, yang mereka artikanTuhan itu yang menyebabkan semua hal ada. Dan juga tidak terdapat musala
Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka biasa keluar dari desa untuk berbalanja, jualan kemiri, dan barter . Prosefi utama penduduk dalam suku Kajang yaitu sebagai petani,
denga produk jagung dan padi.
Pemerintahan suku Kajang secara formal dipimpin oleh kepala desa , tetapi pemerintahan adatnya dimpimpin oleh kepala adat yg bergelar amatoa. Puta palasa merupakan gelar bagi pemimpin adat , yang sama halnya dengan karaeng, dan juga memiliki pembantu-pembantunya yaitu gallak, yang biasanya berjumlah banyak orang.
Asal-usul berdirinya Bulukumba, yaitu dari kompetensi Raja Bone dan Raja Gowa mereka masing masing mengklaim bahwa daerah tempat bulukumba sekarang milik mereka makanya dinamankan Bulukumba. Bulukumba berasal dari kata Bulukumupa dan pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan menjadi Bulukumba. Mitologi penamaan “Bulukumba“,konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu “Bulu'ku“ dan “Mupa” yang dalam bahasa Indonesia berarti “masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya“.
Bahasa yang digunakan suku Kajang sebagai media komunikasi antar sesama masyarak disebut dengan konjo yang merupakan bahasa Bugis kental. Rumah adat suku Kajang secara fisik tidak jauh berbeda dengan rumah adat masyarakat Bugis Makassar. Mereka mempergunakan kekayaan hutan di sekitar untuk membuat rumah adat .
Nilai-nilai kehidupan yang terkandung :
v Nilai Kebudayaan :
Suku Kajang merupakan suatu adat budaya Indonesia yang merupkan warisan leluhur yang wajib untuk dilestarikan .Dikarenakan suku ini merupakan suatau sejarah Indonesia yang penuh makna dan manfaat, untuk pelestarian hutan dan warisan leluhur.
v Nilai Tanggungjawab:
Penduduk suku Kajang ,selalu memegang prinsip untuk bertanggung jawab memelihara dan melestarikan hutan yang berada di kawasan suku Kajang.
Kita patut
menyadari pentingnya pelestarian alam yang dilakukan oleh pemangku adat ammatoa
dalam menyelenggarakan pemerintahan adatnya dan melestarikan semua hutan
lindung yang kurang lebih 300 hektar yang sampai saat ini masih menjadi habitat
lingkungan yang ada di di ammatoa Suku konjo Kajang. Marilah
kita bersama-sama ikut menjaga dan melestarikan apa yang ada di Kajang apa yang
ada di Kabupaten Bulukumba Semoga dengan pelestarian ini akan menjadi contoh
hutan-hutan yang ada di Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar