Selasa, 30 November 2021

Keunikan Suku Kajang

 


            Suku Kajang atau yang lebih dikenal dengan adat ammatoa adalah sebuah suku yang terdapat pada kebudayaan Sulawesi Selatan. Dimana masyarakat Kajang bisa dijumpai pada Kabupaten Bulukumba, lebih tepatnya Kecamatan Kajang. Suku ini merupakan sebuah suku klasik yang masih kental akan adat- istiadatnya yang sangat sakral. 

            Masyarakat adat ammatoa tinggal berkelompok dalam satu area hutan yang luasnya sekitar 50 kilometer. Mereka menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal modernisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Mungkin, disebabkan oleh hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat yang mereka yakini. Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi masyarakat sebagai bentuk persamaan dalam segala hal termasuk kesamaan dalam kesederhanaan.

            Suku Kajang dalam lebih teguh memegang adat dan tradisi moyang mereka dibanding dengan penduduk Kajang luar yang tinggal di luar perkampungan. Rumah-rumah panggung yang semuanya menghadap ke barat tertata rapi. Khususnya yang berada di Dusun benteng tempat rumah amatoa berada. Tampak beberapa rumah yang berjejer dari utara ke selatan. Dimana di depan barisan rumah terdapat pagar batu kali setinggi 1 meter. Rumah amatoa berada beberapa rumah dari utara. 

            Asal-usul suku Kajang , menurut cerita dahulu suku Kajang berasal dari leluhurnya yaitu dari  kajang juga. Pada saat itu terdapat pemerintahan karaeng Raukang dengan karaeng Sirikan. Pemerintahan inilah yang berkembang menjadi cikal bakal terbentuk kerajaan di kawasan suku Kajang
           
            Orang yang berada diluar kawasan, tidak
lagi memiliki hubungan budaya  antara kelembagaan secara fisik, tetapi terdapat hubungan sukuisme. Apabila ada ini orang suku konjo ini yang nggak mau mempertahankan tradisinya makanya dia akan pindah ke luar kawasan. Terdapat batas fisik antara kawasan suku Kajang degan daerah di luar kawasan, yaitu berupa batu ( pagar). Ketika masuk ke dalam kawasan suku Kajang harus memakai pakaian hitam dikarenakan suku tersebut  punya hutan lindung tersendiri dianggap keramat. Adapun mereka ketika melakukan penebangan hutan harus ada upacara-upacara tradisional.

            Jumlah penduduk dalam kawasan suku Kajang hanya sekitar satu desa saja, karena banyak orang yang sudah keluar dari kawasan.  Teknologi  listrik, sandal jepit   tidak diperbolehkan dibawa masuk , kecuali handphone, namun tidak boleh dipertontonkan secara umum. Orang yang masuk harus dengan telanjang kaki.
            Warga suku Kajang memiliki istilah agama ,yaitu patuntun/agama tuntunan, tapi yang tertera di KTP agama Islam. Secara hakiki mereka mengenal yang namanya Tuhan yang biasa disebut Patanansabah, yang mereka artikanTuhan itu yang menyebabkan semua hal ada. Dan juga tidak terdapat musala
            Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka biasa keluar dari desa untuk berbalanja, jualan kemiri, dan barter . Prosefi utama penduduk dalam suku Kajang yaitu sebagai petani, denga produk jagung dan padi
.
            Pemerintahan suku Kajang secara formal dipimpin oleh kepala desa , tetapi pemerintahan adatnya dimpimpin oleh kepala adat yg bergelar amatoa
. Puta palasa merupakan gelar bagi pemimpin adat , yang sama halnya dengan karaeng, dan juga memiliki pembantu-pembantunya yaitu gallak, yang biasanya berjumlah banyak orang.

            Asal-usul berdirinya Bulukumba, yaitu dari  kompetensi Raja Bone dan Raja Gowa mereka masing masing mengklaim bahwa daerah tempat bulukumba sekarang milik mereka makanya dinamankan Bulukumba. Bulukumba berasal dari kata Bulukumupa dan pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan menjadi Bulukumba. Mitologi penamaan “Bulukumba“,konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu “Bulu'ku“ dan “Mupa” yang dalam bahasa Indonesia berarti “masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya“.

            Bahasa yang digunakan suku Kajang sebagai media komunikasi antar sesama masyarak disebut dengan konjo yang merupakan bahasa Bugis kental. Rumah adat suku Kajang secara fisik tidak jauh berbeda dengan rumah adat masyarakat Bugis Makassar. Mereka mempergunakan kekayaan hutan di sekitar untuk membuat rumah adat .

Nilai-nilai kehidupan yang terkandung :

v  Nilai Kebudayaan :

            Suku Kajang merupakan suatu adat budaya Indonesia yang merupkan warisan leluhur yang wajib untuk dilestarikan .Dikarenakan suku ini merupakan suatau sejarah Indonesia yang penuh makna dan manfaat, untuk pelestarian hutan dan warisan leluhur.

v  Nilai Tanggungjawab:

            Penduduk suku Kajang ,selalu memegang prinsip untuk bertanggung jawab memelihara dan melestarikan hutan yang berada di kawasan suku Kajang.

            Kita patut menyadari pentingnya pelestarian alam yang dilakukan oleh pemangku adat ammatoa dalam menyelenggarakan pemerintahan adatnya dan melestarikan semua hutan lindung yang kurang lebih 300 hektar yang sampai saat ini masih menjadi habitat lingkungan yang ada di di ammatoa Suku konjo Kajang. Marilah kita bersama-sama ikut menjaga dan melestarikan apa yang ada di Kajang apa yang ada di Kabupaten Bulukumba Semoga dengan pelestarian ini akan menjadi contoh hutan-hutan yang ada di Nusantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar